Laman

Kamis, 04 Juni 2015

kertas HVS itu masih putih

lembaran kertas HVS yang tergeletak di atas tumpukan buku itu berbicara ingin diisi
diisi oleh coretan-coretan yang bermakna
dan dipenuhi warna, merah - pink - kuning - biru - hijau - biru
seperti warna pelangi yang muncul setelah hujan turun
tapi tinta warnanya masih sungkan untuk mendekat
dikarenakan lembaran HVS tersebut masih senang berada di tumpukan buku yang berserakan

itulah aku saat ini

rapih dan tertata

impian kalo udah punya rumah sendiri, pengen punya kamar yang kayak gini.
aamiin ya rabbi

Jumat, 17 Oktober 2014

Saudariku...

Ketika kamu mendapatkan rezeki dari Allah swt., aku yakin Allah juga memberi ujian terhadap makhluknya.
Ketika kamu mendapatkan kebahagiaan, aku yakin Allah juga memberi kamu kesedihan.
Ketika kamu mendapatkan kemudahan, aku yakin Allah juga memberi kamu kesulitan.

Allah swt sudah menggariskan hal ini jauh sebelum manusia diciptakan.
Allah swt juga memberikan ini semua untuk makhluknya yang mampu melewati apa yang terjadi dengan shabar.

Ini tentang cerita seseorang yang sangat dekat.
Saudari tersayang..
Allah memberikan ujian berupa rezeki yang memang tidak selamanya berada di tanganmu. Lewat makhluk ciptaan-Nya yang lain, dia seorang lelaki tua yang sudah tidak remaja, juga sepertinya jauh dari agama, dia rela mengerjakan pekerjaan tidak halal untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dengan Percaya Diri membawa azzam mendapatkan korban, dia melancarkan misinya dalam sebuah angkutan umum. Hasilnya?
Ada seorang yang terpedaya dan akhirnya terkelabui sehingga barang elektronik yang ia miliki raib alias sudah pindah tangkan ke orang tua tadi. Astaghfirullah.
Sebenarnya, seberapa berhargakah barang elektronik tersebut? (red: Handphone) Ya, berharga sekali. Karena saudariku membelinya dengan hasil tabungan keuntungan menjualkan pulsa selama berbulan-bulan. Mungkin, memang itu rezeki bagi orang tua itu walau tidak halal ia mendapatkannya.
Tapi, ada hal positif yang dapat diambil...Saudariku sudah memaafkan kejadian tersebut.
Alhamdulillaah.

Saudariku yang Allah cintai..
Allah memberikan gantinya yang jika dipirkan oleh logika manusia, sungguh tidak terpikirkan!
Banyak orang yang sayang terhadapmu, yaitu kawan-kawan ODOJ. Mereka mencari cara supaya kamu bisa kembali. Sungguh, ini adalah kuasa Allah. Mereka mengumpulkan dana untuk menambah biaya membeli HP kembali. Setelah kurang lebih dua pekan berlalu, engkau bisa membeli HP baru yang tentunya ada amanah di dalamnya.
Alhamdulillaah.

Saudariku yang paling tersayang.
Jagalah amanah tersebut untuk digunakan dengan sebaik-baiknya termasuk dakwah di jalan-Nya, juga semakin semangat tilawahnya ya :)

Rabu, 28 Mei 2014

izzah



Bismillahirrahmaanirraahiim

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain sesuai dengan fitrahnya. Yakni kita butuh bergaul, butuh teman, bersenda gurau, dan yang lainnya. Yang menjadi masalah adalah penjagaan diri kita terhadap yang bukan mahramnya. Dengan kita banyak berinteraksi dengan lawan jenis, maka harus banyak pula kita menjaga diri kita, menjaga izzah kita.
Izzah ialah sebuah harga diri yang mulia dan agung, karenanya harus ada menghiasi setiap relung jiwa seorang Muslim, apalagi Muslimah. Izzah adalah kehormatan perempuan sebagai seorang muslimah.
Memang, banyak teman yang mengatakan sulit dalam pelaksanaannya. Misalnya, berjabat tangan.
Seorang temanku, panggil dia Ani. Dia bersalaman dengan lawan jenisnya, panggil dia Andi. Memang, Andi duluan yang menyodorkan tangannya untuk salaman. Dan diterima oleh Ani. Alhasil, mereka berjabat tangan. Padahal mereka bukan mahramnya. Selain mereka, ada teman yang melihatnya, ikhwan, panggil saja dia Ahmad. Dia menegur Ani, “Kan antum seorang wanita, yang mengerti agama, mana izzahnya?”
Ani yang mendengarnya langsung ber-Istighfar.

Nah, hal kecil seperti ini harus diperhatikan. Apalagi jika kita berada dalam lingkungan Islami, latar pendidikan yang Islami pula, belajar mengenai agama, materi pelajaran tentang agama pula.
Disini, penulis tidak bermaksud untuk sok alim dan apalah itu..
Tapi hanya sedikit risih melihatnya.
Sadarkah hai Muslimah, bahwa izzah mu sangat berharga? Seharusnya, perjuangkan ia dalam kenyataan di duniawimu. Benar, menjaga ukhuwah itu penting. Tapi apakah harus mengorbankan izzah mu terhadap yang bukan mahrammu? Dengan berjabat tangan seperti itu?
Ya Allaah…
Masya Allaah…
Harus sabar…

***

Insyaa Allah, dengan perlahan…jika kita memulai untuk menjaganya, maka Allah pun akan menjaga kita..
Semoga, Allah selalu melindungi kita, para Muslimah, dalam menjaga izzah kita. Aamiin.

Selasa, 27 Mei 2014

Perlahan, Insyaa Allah ada Hasil



Menjaga Diri Mesti Didahulukan Daripada Orang Lain

Tarbiyah seorang Muslim terhadap dirinya tidak lain adalah upaya melindungi dirinya dari siksa Allah swt dan neraka-Nya. Tidak diragukan lagi, bahwa menjaga diri sendiri itu mesti lebih diutamakan daripada menjaga orang lain. Ini sama persis dengan apa yang dikerjakan seseorang jika kebakaran terjadi di rumahnya, semoga hal itu tidak terjadi, atau di rumah orang lain, maka yang pertama kali ia pikirkan ialah menyelamatkan diri sendiri.
Hakikat ini ditegaskan oleh firman Allah swt:
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Q.S. At-Tahrim: 6)
Arti menjaga diri dari neraka, seperti dikatakan oleh Ibnu Sa’di –Rahimahullah- ialah dengan mewajibkan dirinya mengerjakan perintah Allah swt, menjauhi larangan-Nya dan bertaubat dari apa yang dimurkai dan mendatangkan siksaan-Nya.
Inilah makna Tarbiyah Dzatiyah dan salah satu tujuannya.

Jika Anda Tidak Mentarbiyah (membina) diri Anda, siapa yang akan mentarbiyah Anda?

Siapa yang mentarbiyah seseorang saat ia berusia lima belas tahun, dua puluh tahun, tiga puluh tahun atau lebih? Sebenarnya, bila seseorang tidak mentarbiyah dirinya sendiri, maka tidak ada orang lain yang akan mentarbiyah atau mempengaruhinya? Ini karena orang tuanya secara khusus, atau manusia pada umumnya, berkeyakinan bahwa ia telah dewasa, leibh tau apa yang lebih mendatangkan kemaslahatan dirinya atau mereka (orang tua dan manusia lainnya) sibuk dengan pekerjaan mereka, hingga tidak punya waktu untuk mengurusinya. Walhasil jika ia tidak mentarbiyah dirinya sendiri, maka ia akan kehilangan waktu-waktu ketaatan dan moment-moment kebaikan. Hari dan umur terus mengalir, sedang ia gagal mengetahui titik lemah dan ketidakberesan dirinya, atau berusaha ke arah kesempurnaan manusiawi yang ia cari. Akibatnya, ia merugi pada saat kematian menjemput. Allah swt berfirman:
“Ingatlah hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan kalian pada hari pengumpulan (untuk dihisab)” (Q.S. At-Taghabun: 9)


***

Itu adalah 2 urgensi Sarana Tarbiyah Dzatiyah 

--> dan hal yang paling dirasa saat ini ialah, berSYUKUR, berUNTUNG bisa mengenal, masuk, mengetahui, berada di dalam Tarbiyah ini.
Ini semua berjalan dengan sendirinya..
Dan aku bersyukur karena Allah menuntun dan membimbingku untuk berada di jalan ini...
Perlahan dan berjalan hingga sekarang, aku berada di Tarbiyah ini...sungguh ini adalah doa yang pernah terucap dalam hati maupun lisan..
Karena merasakan ada perubahan yang membuat diri ini nyaman..
Baru tersadar ketika disaat terakhir pertemuan, murabbi berkata, #KiraKiraBegini "Tidak terasa yaa, tapi lama kelamaan ada perubahannya. Mulai dari kerudungnya yang tidak tipis, akhlaknya juga semakin diperbaiki,......"
Walaupun awalnya hanya seorang diri yang masuk ke dalam Tarbiyah, perlahan...saudara kembaran juga ikut.
Mentarbiyah diri sendiri berjalan dari awal mengenalnya hingga sekarang, mengajak saudara kembaran juga berjalan setelah mengenalnya...sekarang giliran orangtua yang kuajak untuk mengenalnya..
Walaupun rasanya jika dipikirkan sangat sulit, tapi YAKIN, hal-hal yang kecil insyaa Allah bisa. Setidaknya, jika tidak seperti yang diinginkan, tapi tetap Islami.

Semangaat :)

Selasa, 20 Mei 2014

Surat Imam Ghozali Kepada Salah Satu Murid



Wahai anak! Nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya; karena terasa pahit oleh hawa nafsu yang menyukai segala yang terlarang. Terutama dikalangan penuntut ilmu yang membuang-buang waktu dalam mencari kebesaran diri dan kemegahan duniawi. Ia mengira didalam ilmu yang tak bersari itulah terkandung keselamatan dan kebahagiaan, dan ia menyangka tak perlu beramal. Inilah kepercayaan filsul-filsuf.

Ia tidak tahu bahwa ketika ada pada seseorang ilmu, maka ada yang memberatkan, seperti disabdakan Rasulallah saw: "Orang yang berat menanggung siksa di hari kiamat ialah orang yang berilmu namun tidak mendapat manfaat dari ilmunya itu."

Wahai anak! Janganlah engkau hidup dengan kemiskinan amal dan kehilangan kemauan kerja. Yakinlah bahwa ilmu tanpa amal semata-mata tidak akan menyelamatkan orang. Jika disuatu medan pertempuran ada seorang yang gagah berani dengan persenjataan lengkap dihadapkan dengan seekor singa yang galak, dapatkah senjatanya melindungi dari bahaya, jika tidak diangkat, dipukulkan dan ditikamkan? Tentu saja tidak akan menolong, kecuali diangkat, dipukulkan dan ditikamkan. Demikian pula jika seseorang membaca dan mempelajari seratus ribu masalah ilmiah, jika tidak diamalkan maka tidaklah akan mendatangkan faedah.

Wahai anak! Berapa malam engkau berjaga guna mengulang-ulang ilmu, membaca buku, dan engkau haramkan tidur atas dirimu. Aku tak tahu, apa yang menjadi pendorongmu. Jika yang menjadi pendorongmu adalah kehendak mencari materi dan kesenangan dunia atau mengejar pangkat atau mencari kelebihan atas kawan semata, maka malanglah engkau. Namun jika yang mendorongmu adalah keinginan untuk menghidupkan syariat Rasulallah saw dan menyucikan budi pekertimu serta menundukkan nafsu yang tiada henti mengajak kepada kejahatan, maka mujurlah engkau. Benar sekali kata seorang penyair, "Biarpun kantuk menyiksa mata, Akan percuma semata-mata jika tak karena Alloh semata".

Wahai anak! Hiduplah sebagaimana maumu, namun ingat! bahwasanya engkau akan mati. Dan cintailah siapa yang engkau sukai, namun ingat! engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah seperti yang engkau kehendaki, namun ingat! engkau pasti akan menerima balasannya nanti.

www. Eramuslim.com